masukkan script iklan disini
Beberapa lamanya negeri bertambah ramai juga. Mupakatlah ninik mamak yang bertiga itu akan turba ke daerah-daerah di Balairung Panjang. Tujuannya adalah akan mencari daerah-daerah baru dan melihat bagaimana perkembangan pada negeri-negeri yang sudah didiami.
Datung Ketemenggungan dengan pengiringnya menuju ke Sungai Solok yang bernama pula Batang Teranjur. Kemudian berganti nama menjadi rantau Tiku Pariaman. Disana beliau kawin dengan seorang perumpuan dan beroleh dua orang anak, seorang laki-laki dan seorang perempuan. Keturunan anak-anaknya itulah yang kemudian menjadi nenek dari Anggun nan Tunggal Magek Jabang yang terkenal.
Setelah masing-masing mengembara dalam daerah taklukannya kembalilah mereka ke Pariangan Padangpanjang. Tetapi beberapa lamanya kemudian teringat pula oleh mereka akan merantau lebih jauh yaitu menyawang samudera mulai Pariaman sampai ke tanah Aceh. Malang akan tumbuh ditengah pelayaran tersangkutlah kapal mereka di atas beting sebab pasang surut. Dalam kesukaran itu hanya kemenakan saja yang mau berkorban tenaganya sedang anak-anak tinggal berpangku tangan tak mau menolong kapal yang tersangkut itu.
Maka berkatalah seorang cerdik pandai dalam rombongan itu: "Janganlah kita serahkan harta pusaka kita kepada anak-anak kita melainkan kita serahkan kepada kemenakan saja".
Ketiga ninik mamak itu membenarkan usul itu sehingga kemudian harta pusaka dan warisan turun kepada kemenakan bukannya kepada anak. Pihak kemenakan rela menolong dengan mengucurkan keringatnya sedangkan anak hanya mau yang enak saja sedangkan menyingsingkan lengan baju untuk bekerja tidak mau. Itulah satu alasan mengapa harta pusaka turun kepada kemenakan. Tetapi dalam pelaksanaannya timbul pertikaian faham tentang masalah itu. Koto Piliang tidak mau mematuhi keputusan itu. Ini dapat diterima akal sebab Koto Piliang undang-undangnya titik dari atas, berjenjang turun, kaum feodal, kaum, kaum raja-raja.
[H. Datoek Toeah]
Datung Ketemenggungan dengan pengiringnya menuju ke Sungai Solok yang bernama pula Batang Teranjur. Kemudian berganti nama menjadi rantau Tiku Pariaman. Disana beliau kawin dengan seorang perumpuan dan beroleh dua orang anak, seorang laki-laki dan seorang perempuan. Keturunan anak-anaknya itulah yang kemudian menjadi nenek dari Anggun nan Tunggal Magek Jabang yang terkenal.
Setelah masing-masing mengembara dalam daerah taklukannya kembalilah mereka ke Pariangan Padangpanjang. Tetapi beberapa lamanya kemudian teringat pula oleh mereka akan merantau lebih jauh yaitu menyawang samudera mulai Pariaman sampai ke tanah Aceh. Malang akan tumbuh ditengah pelayaran tersangkutlah kapal mereka di atas beting sebab pasang surut. Dalam kesukaran itu hanya kemenakan saja yang mau berkorban tenaganya sedang anak-anak tinggal berpangku tangan tak mau menolong kapal yang tersangkut itu.
Maka berkatalah seorang cerdik pandai dalam rombongan itu: "Janganlah kita serahkan harta pusaka kita kepada anak-anak kita melainkan kita serahkan kepada kemenakan saja".
Ketiga ninik mamak itu membenarkan usul itu sehingga kemudian harta pusaka dan warisan turun kepada kemenakan bukannya kepada anak. Pihak kemenakan rela menolong dengan mengucurkan keringatnya sedangkan anak hanya mau yang enak saja sedangkan menyingsingkan lengan baju untuk bekerja tidak mau. Itulah satu alasan mengapa harta pusaka turun kepada kemenakan. Tetapi dalam pelaksanaannya timbul pertikaian faham tentang masalah itu. Koto Piliang tidak mau mematuhi keputusan itu. Ini dapat diterima akal sebab Koto Piliang undang-undangnya titik dari atas, berjenjang turun, kaum feodal, kaum, kaum raja-raja.
[H. Datoek Toeah]